Kamis, 24 April 2014

HIV/AIDS Pada Anak-Anak

14 Anak Positif HIV/AIDS

Singaraja - Sebanyak 14 anak di Kabupaten Buleleng diketahui positif mengidap HIV/AIDS. Anak-anak itu merupakan korban dari perilaku orangtuanya sendiri yang sebelumnya memang mengidap virus tersebut. Koordinator Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI) Buleleng, Made Ricko Wibawa, mengatakan hingga akhir Mei lalu di Buleleng tercatat 1.712 warga terkena HIV/AIDS.

Dari jumlah itu terdapat 14 anak-anak. Menurutnya, kondisi seperti itu sangat memprihatinkan. Karena anak-anak itu tertular dari orangtuanya sendiri. "14 anak-anak dengan HIV/AIDS itu hidup tanpa kedua orangtua yang sudah lebih dulu meninggal. Sehingga anak-anak itu mendapat pendampingan dari YCUI Buleleng," katanya.

Ricko Wibawa mengatakan, sejauh ini, pihaknya masih memerlukan partisipasi dukungan secara lembaga atau perorangan dalam upaya aksi pencegahan dan pendampingan terhadap korban HIV/AIDS di Buleleng. "Kami masih perlu dukungan dari warga lain agar HIV/AIDS benar-benar habis di Buleleng," katanya. (kmb15)

Sumber: http://www.balipost.co.id





Bocah Pengidap AIDS 
Alami Kekerasan Fisik

Blitar - Meila (bukan nama sebenarnya), bocah pengidap HIV/AIDS yang dirawat di Rumah Sakit Umum Mardi Waluyo Kota Blitar, Jawa Timur, diduga pernah mengalami kekerasan fisik. Dia juga sempat diincar panti asuhan yang diduga jaringan pengemis yang hendak mengambil-alih perawatan Meila.

Muhammad Agung, relawan HIV/AIDS yang merawat Meila di Ruang Isolasi Rumah Sakit Mardi Waluyo, mengatakan sejak ditemukan akhir Mei lalu hingga sekarang, bocah tersebut tak berani berbicara panjang. Dia hanya mengangguk dan menggeleng saat ditanya petugas medis yang merawatnya. "Ada trauma luar biasa yang ia alami," kata Agung kepada Tempo, Jumat, 28 Juni 2013.

Meski belum bisa mengorek keterangan dari Meila, Agung dan seorang psikolog rumah sakit yang merawat memastikan Meila mengalami kekerasan fisik dan psikis. Dia diduga tertular HIV dari orang tuanya yang kemudian meninggal dunia. Selanjutnya Meila dirawat oleh orang dekat keluarganya dan mengalami kekerasan sebelum akhirnya dibuang di pasar dan diselamatkan petugas Dinas Sosial.

Saat ini Agung dan relawan lainnya berusaha menyembuhkan luka traumatik yang dialami Meila. Ditemani seorang psikolog, bocah berusia lima tahun ini menghabiskan waktu dengan menggambar dan bermain boneka di rumah sakit. Namun, hingga kini dia masih bungkam dengan asal-usulnya dan tak bersedia menceritakan apa yang dialami kepada Agung.

Kekerasan fisik dan psikis yang dialami Meila, menurut Agung, cukup berat. Dalam kondisi ditinggal mati ibunya, dia hidup di jalanan tanpa kasih sayang. Dan pada saat yang sama kondisi kesehatannya terus menurun akibat serangan virus HIV/AIDS. "Bisa dibayangkan bagaimana penderitaan dia," kata Agung.

Saat kondisi kesehatannya membaik kelak, Agung berharap Meila bisa dirawat dan ditampung di panti asuhan khusus penderita orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Bogor atau Papua. Tempat itu dianggap paling tepat untuk Meila karena semua orang bisa menerimanya dengan baik. Sementara perlakuan tersebut tidak ada pada pengurus panti asuhan di Blitar dan kota lainnya.

Agung menambahkan keberadaan Meila ini juga mencuri perhatian kelompok tak jelas untuk mengadopsinya. Baru-baru ini dia menerima permintaan adopsi dari sebuah lembaga di Yogyakarta yang bermaksud mengadopsi Meila untuk dirawat. Namun, setelah ditelusuri dan berkomunikasi lebih jauh, Agung menduga kelompok ini adalah jaringan mistur (pengemis yang diatur). Mereka kerap mengadopsi anak-anak kecil yang sakit untuk dipekerjakan di kawasan wisata Candi Borobudur. Biasanya anak pengidap penyakit folio, gizi buruk, dan kelumpuhan menjadi sasaran utama mereka.

Hal ini dibenarkan juru bicara Rumah Sakit Mardi Waluyo Rita Triana. Sebelum menghubungi Agung, kelompok ini terlebih dulu mengontaknya untuk meminta hak pengasuhan Meila. Namun, Rita menyerahkan keputusan itu kepada Agung dan Dinas Sosial yang telah merawat Meila selama beberapa waktu terakhir. "Kami akan merujuknya ke panti asuhan resmi agar tak disalahgunakan kelompok tak jelas," kata Rita.

Sumberhttp://www.tempo.co




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar