Kamis, 24 April 2014

HIV/AIDS di wilayah Indonesia


Tiap Bulan, Penderita HIV/AIDS 
Di Manado Bertambah

MANADO - Jumlah penderita HIV-AIDS Manado kian memperihatinkan. Data yang diperoleh dari Komite Penanggulangan AIDS (KPA) Manado, dari tahun ke tahun terus bertambah. Sejak 1997 sampai Desember 2013 sudah 539 penderita.
Menurut pengelola program KPA Manado, Sonny Winda,  penderita berasal dari kelompok pekerja swasta, serta karyawan dan wiraswasta itu.
"Itu nomor satu terbanyak. Dan nomor dua terbanyak yakni IRT, dan itu yang paling mengkawatirkan. Ada kemungkinan IRT bisa hamil, tapi dia tidak tahu kalau dalam dirinya sudah ada virus, dan imbasnya pada anaknya nanti yang pasti akan tetular," ungkap Sonny seperti dilansir Manado Pos (JPNN Grup) Kamis (24/4).
Menurutnya, banyak orang yang tertular karena prilaku seks yang salah, terutama yang melakulan hubungan seks dengan cara berisiko. Seperti berganti-ganti pasangan, dan itu faktor tertinggi di Sulut


6 Mahasiswa Kediri 
Terinfeksi HIV/AIDS


KEDIRI - Virus HIV/AIDS menyebar di kalangan pelajar dan mahasiswa di Kabupaten Kediri. Selama tiga tahun terakhir, sudah enam orang di kalangan tersebut yang terinfeksi.
Perinciannya, 2 orang pada 2011, 1 orang pada 2012, dan 3 orang pada 2013. “Pada 2014 belum terdeteksi. Belum terjangkau,” ujar Kepala Dinkes Kabupaten Kediri Adi Laksono yang diwakili Kasi Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (P2ML) Nur Munawaroh seperti dilansir Jawa Pos Radar Kediri hari ini.
Menurut dia, penularan HIV/AIDS di kalangan mahasiwa dan pelajar itu terjadi melalui hubungan seks bebas. Terutama yang masuk dalam kelompok biseksual dan homoseksual. “Dua itulah yang mendominasi,” katanya.
Meski begitu, menurut dia, yang tergolong heterokseksual belum tentu terbebas. Terutama yang masuk dalam kelompok risiko tinggi (risti). Misalnya, pengguna jarum suntik, pekerja seks komersial (PSK) dan pelanggannya, serta pelaku hubungan seksual yang sering bergonta-ganti pasangan.
Nur menyatakan, kelompok homoseksual mencapai 6 persen dari total 584 kasus yang terdeteksi selama ini. Kelompok biseksual mencapai 4 persen. Sisanya adalah heteroseksual yang masuk kelompok risti dengan 86 persen. “Lainnya bisa melalui perinatal atau transfusi darah,” ujarnya.
Untuk mendeteksi penyebaran virus mematikan tersebut, dinkes berharap masyarakat secara sukarela memeriksakan diri ke klinik voluntary counselling and testing (VCT) yang tersedia. Kerahasiaan identitas mereka pasti dijaga.
Karena itu, dinkes bekerja sama dengan LSM untuk aktif melakukan sosialisasi. Terutama kepada kelompok-kelompok risti. Biasanya, dilakukan pengambilan sampel darah mereka di lokasi. “Kalau bisa dideteksi lebih awal, bisa segera dicarikan penanganannya,” ungkapnya.
Namun, pengambilan sampel darah itu belum bisa dilakukan di kampus atau sekolah. “Agak berat. Ada yang menolak untuk dites,” ujarnya. Yang bisa dilakukan adalah melakukan sosialisasi agar tidak berhubungan seks di luar nikah, apalagi bergonta-ganti pasangan.


Ekspatriat Dituding Turut 
Tularkan Virus HIV/AIDS


CILEGON - Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cilegon, Edi Ariadi mengatakan warga kota itu semakin rawan terinfeksi virus HIV/AIDS. Selain dari pekerja seks komersial (PSK), narkoba, penyebaran virus mematikan itu juga bisa disebarkan oleh warga asing atau ekspatriat yang semakin marak bekerja di kota itu. 
"Kota Cilegon ini rawan penyebaran HIV/AIDS. Sebab selain daerah transit antarpulau, juga merupakan lumbung industri. Terlebih ekspatriat banyak di sini. Termasuk warga Korea yang datang ke Kota Cilegon mungkin saja ada yang terinfeksi HIV/AIDS. Oleh sebab itu harus terus diawasi," terang Edi Ariadi yang juga Wakil Wali Kota Cilegon dalam kunjungan tim assistensi KPA Provinsi Banten ke Kota Cilegon, Rabu (29/1).
      
Edi juga menjelaskan, pengawasan tersebut dengan cara terus melakukan sosialisasi bahaya penularan HIV/AIDS dan pemeriksaan di titik-titik yang menjadi ancaman penyebarannya, seperti tempat hiburan malam.
"Memang persoalan penyebaran HIV bukan hanya dari warga Korea, tetapi juga dari perempuan kita (pribumi) yang mungkin menawarkan diri," katanya juga. 
Karena itu, dia mengaku akan mencegah kemungkinan tersebarnya virus HIV/AIDS dengan cara terus melakukan pemeriksaan kepada para pekerja seks. "Intinya kerja penanggulangan HIV/AIDS di Kota Cilegon harus banyak terjun langsung ke masyarakat," tuturnya.
      
Sementara itu, Ketua Tim Asistensi KPA Provinsi Banten dr Santoso Edi Budiono, mengatakan sesuai hasil rapat kerja tahun 2014, penanggulangan HIV/AIDS lebih mendahulukan pencegahan dari pada pengobatan. "Disepakati, yang perlu kita lakukan penanggulangan HIV/AIDS adalah pencegahan, pencegahan dan pencegahan. Baru setelah itu pengobatan," katanya.
    
Sementara itu, Kepala Dinkes Kota Cilegon dr Arriadna, mengatakan, kelompok berisiko HIV/AIDS adalah PSK, ibu rumah tangga (IRT), waria dan pelanggan PSK. 
"Sebenarnya semua orang berisiko. Untuk profesi berisiko selain ekpatriat, sopir truk bahkan juga karyawan perusahaan. Makanya kita beberapa kali melakukan sosialisasi untuk karyawan dan ada juga perusahaan yang mengundang kita untuk sosialisasi tentang ini. Intinya hati-hati," ujarnya. 
Berdasarkan data Dinkes Kota Cilegon, jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Cilegon hingga tahun 2013 tercatat sebanyak 326 kasus yang tersebar di seluruh kecamatan. Virus HIV menginfeksi warga Kota Cilegon sejak 2005 silam. Dari data tersebut, warga yang terpapar virus HIV mencapai 229 kasus dan sudah terjangkit AIDS sebanyak 97 orang yang 69 orang di antaranya meninggal dunia.
      
Di bagian lain, PIt KepaIa Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DKCS) Kota Cilegon, Taufiqurrahman mengatakan akan segera mengambil langkah operasi yustisia atau kependudukan di wiIayah itu guna mencegah terjadinya penularan HIV. 
"Pada Maret nanti kami akan terjun ke kecamatan-kecamatan untuk sosialisasi kependudukan. Untuk operasi yustisia mungkin bisa dilakukan setelah itu termasuk menyasar warga asing," ujar Taufik yang juga Asda I Kota Cilegon ini.


Sumber: http://www.jpnn.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar